Senin, 23 April 2012

Sang Embun

Hay pembaca sekalian,saya hadir kembali untuk melanjutkan tulisan cerita yang kemarin saya posting disini.
Selamat Membaca..?!!

Lanjutan....
Sang Embun part 2,

Sejak kebutaan menimpa dirinya tiga tahun lalu,Nielda tumbuh menjadi pemuda yang emosional,tidak lagi ceria,jarang bicara,apalagi dengan orang yang baru dikenalnya. Nielda paling akrab dengan kakak dan perawatnya. Tapi entah karena apa saat bertemu dengan OB yyang dikenalnya sebagai Gendis,pemuda itu tampaknya agak berubah. Nielda sendiri merasa heran kenapa Gendis bisa membuat hatinya gembira. Bahkan Nielda merasa telah menemukan sesuatu yang lama ia cari. Apalagi kalau dengar suara Gendis, hati Nielda terasa teduh.
Sore yang cerah,selepas tugas Gendis sengaja tidak pulang. Kesempatan ini ia gunakan untuk menemui Nielda. Kebetulan saat itu keluarga Nielda tengah berkumpul,Embun memberanikan diri menemui Nielda. Ternyata keluarga Nielda yang notabene orang kaya dengan tangan terbuka menerima kehadiran Embun. Bahkan mereka mengijinkan Embun untuk membawa Nielda ke taman. Embun duduk di bangku tama sementara Nielda tetap duduk di kursi rodanya.
“Gendis,maafin aku ya..” kata Nielda tiba-tiba. Embun sedikit merajuk
“Minta maaf untuk apa?”
“Minta maaf karena aku sudah menyita waktumu untuk menemaniku,”
“Oh,nggak masalah,” jawab Embun ringan. Tapi sebaliknya jawaban Embun yang ringan itu membuat ekspresi wajah Nielda berubah. Perubahan itu bisa ditangkap Embun dengan jelas. Lantas gadis itu pun bertanya, “ada apa,Nielda?”
“Itu.....suara kamu mirip banget sama suara teman aku waktu SMA,”
“Oh,yaa...Cuma kebetulan kali.”
“Benar,mirip banget. Bahkan aku sempat berpikir kamu itu mungkin teman aku. Tapi sayangnya aku tidak bisa melihat,”
“Bisa saja suaranya sama,tapi orangnya kan beda. Kamu juga suaranya sama denga Yogi Finanda bintang FTV  favorit aku,tapi kenyataannya kamu kan bukan Yogi,” jawab Embun sedikit bercanda. Nielda pun tersenyum.
“Tapi Ndis,bukan Cuma suara kamu aja yang sama,cara kamu memanggil nama aku juga sama. Teman-temanku selalu memanggilku Nielda,sementara semua yang mengenalku selalu memanggilku Niel. Kamu juga begitu memanggilku Nielda bukand Niel,”
Embun menutup mulutnya dengan telapak tangannya,tidak mengira pemuda yang ada di sampingnya akan sepeka itu.
“Dis,kok diam sih,kenapa?”
Embun menata hatinya lantas ia pun menjawab, “Nggak apa-apa. Aku lagi menikmati udara di taman ini,segar sekali di waktu sore ini.”
“Betul udaranya segar sekali. Tentu suasananya cerah ya,Dis..”
“Cerah sekali !”
“Sayangnya aku tidak bisa menikmati kecerahan ini selain merasakan kesegarannya,” kata Nielda dengan suara sendu.
Hati Embun tersentuh dan ditatapna wajah Nielda yang ganteng itu. Ada rasa iba merayapi sisi hati Embun.
“Nielda,sejak kapan kamu nggak bisa melihat. Sejak....”
“Tiga tahun lalu. Tepatnya setelah aku lulus SMA,”
“Karena penyakit atau kecelakaan?”
“Kecelakaan!” Sahut Niel tegas. “Waktu itu aku mengendarai sepeda motor kencang sekali,akhirnya kecelakaan itu terjadi.”
“Kenapa harus kencang,bukankah lebih baik yang standar aja kecepatannya. Apa kamu lagi marah,” tanya Embun karena rasa ingin tahunya. Nielda diam menundukan kepala.
“Nielda,apa saat itu ada sesuatu yang membuat kamu marah..” sambung Embun lagi.
“Saat itu aku memang tengah kesal,kecewa,putus asa,dan marah. Semua itu terjadi karena temanku yang suaranya mirip sama kamu.”
“Dia pacar kamu?”
Nielda tidak menjawab,pemuda itu mengusap-usap mukanya. Embun memperhatikannya.
“Nielda,dia itu pacar kamu,”
“Dia itu gadis yang baik,setia kawan,suka menolong orang,selalu berkorban untuk orang lain. Hanya saja dia orang......”
“Miskin...” tukas Embun.
“Kok kamu tahu,Dis..” kata Nielda dengan rasa heran. Embun tertawa kecil.
“Ya tahu lah,aku kan paling hobi nonton FTV di Tv. Biasanya sih ceritanya begitu.”
Kini Nielda yang tertawa.
“Nielda kamu marah karena gadis itu meninggalkanmu,”
“Aku yang salah,Dis..”
“Kenapa? Nggak berani jadikan dia pacar karena dia gadis miskin yah...”
“Heeey.....lagi-lagi kamu kok bisa tahu. Jangan-jangan kamu itu....”
“Eiiitz...,jangan ngaco. Aku bukan teman kamu itu yah. Kita kan baru bertemu beberapa hari yang lalu,” seru Embun salah tingkah.
“Memang sih kita baru bertemu. Cuma aku heran aja sama omongan kamu yang selalu pas.”
“Cuma kebetulan saja. Aku tadi kan bilang seperti cerita di FTV.”
“Dia pergi entah kemana sebelum aku sempat minta maaf dan menjelaskan yang sebenarnya. Untuk itulah aku menerima cobaan ini sebagai sebuah karma atas kesalahanku terhadap Embun,”
“Embun....??! Jadi,nama gadis itu Embun,” tanya Embun dengan hati yang bergetar seperti tersambar halilintar. Tidak mengira nama itu akan terucap dari bibir seorang Nielda.
“Lengkapnya Embun Pagi,”
Sempurnalah kekagetan yang menghuni diri Embun. Dengan kuatnya Embun menggigit bibir menahan emosi,sedih,dan airmata ketika ia sadar bahwa yag disebutkan Nielda adalah nama dirinya.
“Nielda,apa mata kamu itu nggak bisa diobati. Atau akibat dari kecelakaan waktu itu fatal sekali,” tanya Embun setelah berhasil mengatasi suasana.
“Sebenarnya bisa diobati dan bisa sembuh kalau di operasi,” jawab Nielda.
“Aku yakin kamu belum di operasi bukan karena biaya,keluargamu kan kaya raya. Tentu ada alasan lain kan?” tanya Embun lagi.
“Aku yang nggak mau di operasi,”
“Alasannya..??!”
“Percuma aku bisa melihat kalau nggak bisa menemukan Embun.”
“Bagaimana kamu bisa menemukan Embun meskipun kamu bisa melihat. Kamu saja nggak pernah berusaha untuk mencari,” kata Embun dengan tersenggal karena ada nada kecewa di hatinya.
“Nielda ,asal kamu tahu yah. Menurut aku,justru dengan keadaan kamu seperti sekarang ini tuh kamu nggak lebih dari seorang cowok yang lemah,pengecut,dan banci.” Kata Embun lagi.
“Kamu bilang aku cowok lemah,pengecut,dan banci..” sela Nielda yang terkejut.
“Iya..?! Kamu lemah,pengecut,dan banci. Nggak berani melangkah. Kamu bisanya Cuma bersembunyi di balik kebutaanmu untuk mendapatkan simpati dan belas kasihan orang lain. Apa-apa nggak bisa melakukan sesuatu sendiri,selalu dibantu orang lain. Makanya kamu nggak mau di operasi,karena lebih enak jadi orang buta yang semuanya dilayani. Jadi jangan Embun yang kamu jadikan alasan,” kata Embun sambil mengusap airmata yang telah menitik di pipinya.
“Dis....Gendis...,kamu marah sama akau?” tanya Nielda dengan suara lirih.
“Aku bukan hanya marah,tapi aku juga kecewa sama kamu. Punya teman seorang pengecut!”
“Lalu aku harus apa,Dis. Aku bingung...”
“Kalau kamu masih ingin aku jadi teman kamu,lakukan operasi. Dengan melihat kamu bisa lihat dunia yang nyata,perbedaan yang ada. Dan ada yang lebih penting kalau kamu bisa melihat,kamu mencintai Embun dengan tulus,cari dia sampai ketemu. Katakan yang sebenarnya.”
“Oh,begitu ya,Dis..”
“Itu kalau kamu benar-benar mencintai Embun. Kalau nggak,masalahnya jadi lain.”
“Dulu aku nggak mau mengakui Embun sebagai pacarku,karena aku malu sama teman-temanku. Pacar mereka tuh tajir-tajir. Tapi benar Dis,aku Cuma mencintai Embun. Sampai sekarang namanya selalu menempati relung hatiku,Dis...”
“Ya sudahlah,ayo kembali ke kamar. Kita sudah terlalu lama di taman,”
“Dis.....,” panggil Nielda. Tangan Nielda meraba-raba pegangan kursi roda dan berhasil meraih tangan Embun. Digenggamnya tangan itu dengan erat,sementara itu Embun hanya diam terpaku. “Dis,aku mau operasi. Tapi kamu temani aku ya...”
Embun masih diam,keharuannya merobek-robek hatinya. Airmatanyapun luruh dan jatuh tepat di tangan Nielda. Pemuda itu pun sontak kaget,
“Dis,kamu menangis yaa...”
“Tenang saja,aku pasti menemani kamu.”
Lantas Embun mendorong kursi roda memasuki koridor menuju ruang VIP.
Sepulang dari rumah sakit,Embun langsung mengurung diri di kamar. Rasa sakit,kecewa,marah,dan haru berbaur menjadi satu dan akhirnya terurai menjadi airmata. Embun terkenang kembali pada masa-masa SMA. Nielda teman satu kelasnya saat di kelas 3. Pemuda ganteng yang jago basket itu,tidak cukup pintar dalam hal pelajaran di sekolah.  Di kelas IPA setiap ulangan ia selalu saja remidi,sementara Embun sendiri adalah murid terpandai di SMA itu.
Embun merasa bahagia sekali ketika dekat dengan Nielda. Cowok itu begitu baik dan perhatian terhadap dirinya. Sebagai balasannya,Embun dengan sabar mengajari Nielda dari semua pelajaran. Bagi yang melihat keduanya selalu mengatakan bahwa mereka adalah pasangan yang serasi. Berangkat dan pulang sekolah selalu berdua. Kalau hari Minggu,Nielda sering mengajak Embun keluar meski hanya sekedar untuk jalan-jalan. Kebersamaan mereka membawa hasil,Nielda berhasil lulus ujian dan Embun sendiri berhasil memelihara cintanya untuk Nielda. Embun begitu yakin bahwa Nielda pun mempunyai cinta yang sama untuk dirinya. Tapi keyakinan dan harapan Embun hancur berantakan sehari menjelang perpisahan. Siang itu Embun menyusul Nielda yang ada di kantin bersama Rico,Edward,Budi,dan Ryan. Langkah Embun terhenti saat telinganya menangkap suara Rico yang tengah bertanya pada Nielda.
“Niel,bagaimana nich besok kan perpisahan.Terus hubungan kamu sama Embun berlanjut atau.....”
“Ya berakhirlah..!!” Jawab Nielda.
Sementara di tempat persembunyiannya Embun kaget bukan kepalang. Hanya sebentar gadis itu kembali mengikuti pembicaraan mereka.
“Niel,bukannya selama ini kamu pacaran sama dia..” timpal Ryan.
“Siapa bilang aku pacaran sama dia,” kata Nielda.
“Jadi selama ini maksud kedekatanmu sama Embun untuk apa?” kali ini Edward lah yang angkat bicara.
“Kamu kayak nggak tahu aku saja. Tahu sendiri kan kalau aku nggak pintar dalam hal pelajaran,sedangkan aku takut nggak lulus di kelas 3 ini. Embun itu kan murid terpandai di sekolah kita,makanya aku manfaatin dia untuk mengajari aku. Dan hasilnya tentu kalian semua tahu kan...aku lulus.”
“Hahahaha...hahaa....” serempak terdengar tawa mereka. “Niel,kamu memang hebat. Lagipula Embun nggak pantas buat kamu. Dia kan nggak tajir,” kata Rico lantang.
Embun tak kuasa lagi mendengar percakapan mereka. Dunianya terbalik,hancur semuanya. Hatinya sakit dan terluka. Embun berlari meninggalkan sekolahnyaa,tidak ikut perpisahan. Embun pergi meninggalkan Jakarta dan kembali ke kampung halamannya. Jadi,baru setahun lalu dirinya kembali ke Jakarta dan diterima sebagai OB di rumah sakit itu.
Nielda akan menjalani operasi dan harinya pun sudah ditentukan. Keputusan Nielda untuk menjalani operasi di sambut suka cita oleh keluarganya. Apalagi melihat keadaan Nielda yang telah mengalami perubahan dimana ia tampak lebih ceria. Keluarga Nielda tahu bahwa semua itu terjadi tidak lepas dari upaya Embun.
Embun sengaja mengambil cuti sehari saat Nielda menjalani operasi. Embun hanya ingin memenuhi permintaan Nielda untuk ditemani olehnya. Embun berharap dengan adanya dia disitu akan memberi motivasi dan semangat buat Nielda. Embun tidak pernah memikirkan apa yang telah Nielda lakukan terhadap dirinya.
Operasi telah dilakukan dan berjalan cukup lancar. Nielda pun telah dibawa ke ruang perawatan. Semua keluarganya merasa lega dan gembira. Mereka bergantian menyalami Nielda untuk memberikan selamat.
Kini giliran Embun yang menyalami Nielda. Diraihlah tangan pemuda itu seraya berkata, “selamat ya Nielda,aku senang kamu sudah operasi.”
“Itu berkat kamu,Dis..”
“Saranku nggak seberapa penting,Nielda. Tapi niat kamu itulah yang penting.”
“Oh ya,Dis. Menurut kamu,apa aku bisa menemukan Embun?”
“Aku nggak tahu. Tapi asal kamu yakin dan tetap semangat pasti kamu akan berhasil untuk menemukannya. Kalau kalian saling cinta pasti akan bersatu kembali. Cinta nggak bisa bohong,Nielda..” kata Embun meyakinkan.
“Aku ingin tahu,nanti kalau kamu sudah bertemu dengan Embun,apa yang akan kamu lakukan untuk pertama kalinya?” tanya Embun.
“Minta maaf. Untuk yang lain itu urusan kedua,” jawab Nielda antusias.
“Aku senang mendengarnya.”
“Dis,terima kasih yaa...”
“Terima kasih untuk apa?”
“Untuk semuanya,Dis. Semua yang sudah kamu berikan untukku. Sekali lagi terima kasih.”
“Sama-sama,Nielda. Aku pulang dulu yaa..” kata Embun memutus pembicaraan karena hari sudah mulai sore.
                                                                        ***
Bersambung....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar