Selamat Membaca..?!!
Lanjutan....
Sang Embun part 2,
Sejak kebutaan menimpa dirinya tiga
tahun lalu,Nielda tumbuh menjadi pemuda yang emosional,tidak lagi ceria,jarang
bicara,apalagi dengan orang yang baru dikenalnya. Nielda paling akrab dengan
kakak dan perawatnya. Tapi entah karena apa saat bertemu dengan OB yyang
dikenalnya sebagai Gendis,pemuda itu tampaknya agak berubah. Nielda sendiri
merasa heran kenapa Gendis bisa membuat hatinya gembira. Bahkan Nielda merasa
telah menemukan sesuatu yang lama ia cari. Apalagi kalau dengar suara Gendis,
hati Nielda terasa teduh.
Sore yang cerah,selepas tugas Gendis
sengaja tidak pulang. Kesempatan ini ia gunakan untuk menemui Nielda. Kebetulan
saat itu keluarga Nielda tengah berkumpul,Embun memberanikan diri menemui
Nielda. Ternyata keluarga Nielda yang notabene orang kaya dengan tangan terbuka
menerima kehadiran Embun. Bahkan mereka mengijinkan Embun untuk membawa Nielda
ke taman. Embun duduk di bangku tama sementara Nielda tetap duduk di kursi
rodanya.
“Gendis,maafin aku ya..” kata Nielda
tiba-tiba. Embun sedikit merajuk
“Minta maaf untuk apa?”
“Minta maaf karena aku sudah menyita
waktumu untuk menemaniku,”
“Oh,nggak masalah,” jawab Embun
ringan. Tapi sebaliknya jawaban Embun yang ringan itu membuat ekspresi wajah
Nielda berubah. Perubahan itu bisa ditangkap Embun dengan jelas. Lantas gadis
itu pun bertanya, “ada apa,Nielda?”
“Itu.....suara kamu mirip banget
sama suara teman aku waktu SMA,”
“Oh,yaa...Cuma kebetulan kali.”
“Benar,mirip banget. Bahkan aku
sempat berpikir kamu itu mungkin teman aku. Tapi sayangnya aku tidak bisa
melihat,”
“Bisa saja suaranya sama,tapi
orangnya kan beda. Kamu juga suaranya sama denga Yogi Finanda bintang FTV favorit aku,tapi kenyataannya kamu kan bukan
Yogi,” jawab Embun sedikit bercanda. Nielda pun tersenyum.
“Tapi Ndis,bukan Cuma suara kamu aja
yang sama,cara kamu memanggil nama aku juga sama. Teman-temanku selalu
memanggilku Nielda,sementara semua yang mengenalku selalu memanggilku Niel.
Kamu juga begitu memanggilku Nielda bukand Niel,”
Embun menutup mulutnya dengan telapak tangannya,tidak mengira pemuda yang ada di sampingnya akan sepeka itu.
Embun menutup mulutnya dengan telapak tangannya,tidak mengira pemuda yang ada di sampingnya akan sepeka itu.
“Dis,kok diam sih,kenapa?”
Embun menata hatinya lantas ia pun menjawab, “Nggak apa-apa. Aku lagi menikmati udara di taman ini,segar sekali di waktu sore ini.”
Embun menata hatinya lantas ia pun menjawab, “Nggak apa-apa. Aku lagi menikmati udara di taman ini,segar sekali di waktu sore ini.”
“Betul udaranya segar sekali. Tentu
suasananya cerah ya,Dis..”
“Cerah sekali !”
“Sayangnya aku tidak bisa menikmati
kecerahan ini selain merasakan kesegarannya,” kata Nielda dengan suara sendu.
Hati Embun tersentuh dan ditatapna wajah Nielda yang ganteng itu. Ada rasa iba merayapi sisi hati Embun.
Hati Embun tersentuh dan ditatapna wajah Nielda yang ganteng itu. Ada rasa iba merayapi sisi hati Embun.
“Nielda,sejak kapan kamu nggak bisa
melihat. Sejak....”
“Tiga tahun lalu. Tepatnya setelah
aku lulus SMA,”
“Karena penyakit atau kecelakaan?”
“Kecelakaan!” Sahut Niel tegas.
“Waktu itu aku mengendarai sepeda motor kencang sekali,akhirnya kecelakaan itu
terjadi.”
“Kenapa harus kencang,bukankah lebih
baik yang standar aja kecepatannya. Apa kamu lagi marah,” tanya Embun karena
rasa ingin tahunya. Nielda diam menundukan kepala.
“Nielda,apa saat itu ada sesuatu
yang membuat kamu marah..” sambung Embun lagi.
“Saat itu aku memang tengah kesal,kecewa,putus
asa,dan marah. Semua itu terjadi karena temanku yang suaranya mirip sama kamu.”
“Dia pacar kamu?”
Nielda tidak menjawab,pemuda itu mengusap-usap mukanya. Embun memperhatikannya.
Nielda tidak menjawab,pemuda itu mengusap-usap mukanya. Embun memperhatikannya.
“Nielda,dia itu pacar kamu,”
“Dia itu gadis yang baik,setia
kawan,suka menolong orang,selalu berkorban untuk orang lain. Hanya saja dia
orang......”
“Miskin...” tukas Embun.
“Kok kamu tahu,Dis..” kata Nielda
dengan rasa heran. Embun tertawa kecil.
“Ya tahu lah,aku kan paling hobi
nonton FTV di Tv. Biasanya sih ceritanya begitu.”
Kini Nielda yang tertawa.
Kini Nielda yang tertawa.
“Nielda kamu marah karena gadis itu
meninggalkanmu,”
“Aku yang salah,Dis..”
“Kenapa? Nggak berani jadikan dia
pacar karena dia gadis miskin yah...”
“Heeey.....lagi-lagi kamu kok bisa
tahu. Jangan-jangan kamu itu....”
“Eiiitz...,jangan ngaco. Aku bukan
teman kamu itu yah. Kita kan baru bertemu beberapa hari yang lalu,” seru Embun
salah tingkah.
“Memang sih kita baru bertemu. Cuma
aku heran aja sama omongan kamu yang selalu pas.”
“Cuma kebetulan saja. Aku tadi kan
bilang seperti cerita di FTV.”
“Dia pergi entah kemana sebelum aku
sempat minta maaf dan menjelaskan yang sebenarnya. Untuk itulah aku menerima
cobaan ini sebagai sebuah karma atas kesalahanku terhadap Embun,”
“Embun....??! Jadi,nama gadis itu
Embun,” tanya Embun dengan hati yang bergetar seperti tersambar halilintar.
Tidak mengira nama itu akan terucap dari bibir seorang Nielda.
“Lengkapnya Embun Pagi,”
Sempurnalah kekagetan yang menghuni diri Embun. Dengan kuatnya Embun menggigit bibir menahan emosi,sedih,dan airmata ketika ia sadar bahwa yag disebutkan Nielda adalah nama dirinya.
Sempurnalah kekagetan yang menghuni diri Embun. Dengan kuatnya Embun menggigit bibir menahan emosi,sedih,dan airmata ketika ia sadar bahwa yag disebutkan Nielda adalah nama dirinya.
“Nielda,apa mata kamu itu nggak bisa
diobati. Atau akibat dari kecelakaan waktu itu fatal sekali,” tanya Embun
setelah berhasil mengatasi suasana.
“Sebenarnya bisa diobati dan bisa
sembuh kalau di operasi,” jawab Nielda.
“Aku yakin kamu belum di operasi
bukan karena biaya,keluargamu kan kaya raya. Tentu ada alasan lain kan?” tanya
Embun lagi.
“Aku yang nggak mau di operasi,”
“Alasannya..??!”
“Alasannya..??!”
“Percuma aku bisa melihat kalau
nggak bisa menemukan Embun.”
“Bagaimana kamu bisa menemukan Embun
meskipun kamu bisa melihat. Kamu saja nggak pernah berusaha untuk mencari,”
kata Embun dengan tersenggal karena ada nada kecewa di hatinya.
“Nielda ,asal kamu tahu yah. Menurut
aku,justru dengan keadaan kamu seperti sekarang ini tuh kamu nggak lebih dari
seorang cowok yang lemah,pengecut,dan banci.” Kata Embun lagi.
“Kamu bilang aku cowok lemah,pengecut,dan
banci..” sela Nielda yang terkejut.
“Iya..?! Kamu lemah,pengecut,dan
banci. Nggak berani melangkah. Kamu bisanya Cuma bersembunyi di balik
kebutaanmu untuk mendapatkan simpati dan belas kasihan orang lain. Apa-apa
nggak bisa melakukan sesuatu sendiri,selalu dibantu orang lain. Makanya kamu
nggak mau di operasi,karena lebih enak jadi orang buta yang semuanya dilayani.
Jadi jangan Embun yang kamu jadikan alasan,” kata Embun sambil mengusap airmata
yang telah menitik di pipinya.
“Dis....Gendis...,kamu marah sama
akau?” tanya Nielda dengan suara lirih.
“Aku bukan hanya marah,tapi aku juga
kecewa sama kamu. Punya teman seorang pengecut!”
“Lalu aku harus apa,Dis. Aku
bingung...”
“Kalau kamu masih ingin aku jadi
teman kamu,lakukan operasi. Dengan melihat kamu bisa lihat dunia yang
nyata,perbedaan yang ada. Dan ada yang lebih penting kalau kamu bisa melihat,kamu
mencintai Embun dengan tulus,cari dia sampai ketemu. Katakan yang sebenarnya.”
“Oh,begitu ya,Dis..”
“Itu kalau kamu benar-benar
mencintai Embun. Kalau nggak,masalahnya jadi lain.”
“Dulu aku nggak mau mengakui Embun
sebagai pacarku,karena aku malu sama teman-temanku. Pacar mereka tuh
tajir-tajir. Tapi benar Dis,aku Cuma mencintai Embun. Sampai sekarang namanya
selalu menempati relung hatiku,Dis...”
“Ya sudahlah,ayo kembali ke kamar.
Kita sudah terlalu lama di taman,”
“Dis.....,” panggil Nielda. Tangan
Nielda meraba-raba pegangan kursi roda dan berhasil meraih tangan Embun.
Digenggamnya tangan itu dengan erat,sementara itu Embun hanya diam terpaku. “Dis,aku
mau operasi. Tapi kamu temani aku ya...”
Embun masih diam,keharuannya merobek-robek hatinya. Airmatanyapun luruh dan jatuh tepat di tangan Nielda. Pemuda itu pun sontak kaget,
Embun masih diam,keharuannya merobek-robek hatinya. Airmatanyapun luruh dan jatuh tepat di tangan Nielda. Pemuda itu pun sontak kaget,
“Dis,kamu menangis yaa...”
“Tenang saja,aku pasti menemani
kamu.”
Lantas Embun mendorong kursi roda memasuki koridor menuju ruang VIP.
Lantas Embun mendorong kursi roda memasuki koridor menuju ruang VIP.
Sepulang dari rumah sakit,Embun
langsung mengurung diri di kamar. Rasa sakit,kecewa,marah,dan haru berbaur
menjadi satu dan akhirnya terurai menjadi airmata. Embun terkenang kembali pada
masa-masa SMA. Nielda teman satu kelasnya saat di kelas 3. Pemuda ganteng yang
jago basket itu,tidak cukup pintar dalam hal pelajaran di sekolah. Di kelas IPA setiap ulangan ia selalu saja
remidi,sementara Embun sendiri adalah murid terpandai di SMA itu.
Embun merasa bahagia sekali ketika
dekat dengan Nielda. Cowok itu begitu baik dan perhatian terhadap dirinya.
Sebagai balasannya,Embun dengan sabar mengajari Nielda dari semua pelajaran.
Bagi yang melihat keduanya selalu mengatakan bahwa mereka adalah pasangan yang
serasi. Berangkat dan pulang sekolah selalu berdua. Kalau hari Minggu,Nielda
sering mengajak Embun keluar meski hanya sekedar untuk jalan-jalan. Kebersamaan
mereka membawa hasil,Nielda berhasil lulus ujian dan Embun sendiri berhasil
memelihara cintanya untuk Nielda. Embun begitu yakin bahwa Nielda pun mempunyai
cinta yang sama untuk dirinya. Tapi keyakinan dan harapan Embun hancur
berantakan sehari menjelang perpisahan. Siang itu Embun menyusul Nielda yang
ada di kantin bersama Rico,Edward,Budi,dan Ryan. Langkah Embun terhenti saat
telinganya menangkap suara Rico yang tengah bertanya pada Nielda.
“Niel,bagaimana nich besok kan perpisahan.Terus
hubungan kamu sama Embun berlanjut atau.....”
“Ya berakhirlah..!!” Jawab Nielda.
Sementara di tempat persembunyiannya Embun kaget bukan kepalang. Hanya sebentar gadis itu kembali mengikuti pembicaraan mereka.
Sementara di tempat persembunyiannya Embun kaget bukan kepalang. Hanya sebentar gadis itu kembali mengikuti pembicaraan mereka.
“Niel,bukannya selama ini kamu
pacaran sama dia..” timpal Ryan.
“Siapa bilang aku pacaran sama dia,”
kata Nielda.
“Jadi selama ini maksud kedekatanmu
sama Embun untuk apa?” kali ini Edward lah yang angkat bicara.
“Kamu kayak nggak tahu aku saja. Tahu
sendiri kan kalau aku nggak pintar dalam hal pelajaran,sedangkan aku takut
nggak lulus di kelas 3 ini. Embun itu kan murid terpandai di sekolah
kita,makanya aku manfaatin dia untuk mengajari aku. Dan hasilnya tentu kalian
semua tahu kan...aku lulus.”
“Hahahaha...hahaa....” serempak
terdengar tawa mereka. “Niel,kamu memang hebat. Lagipula Embun nggak pantas
buat kamu. Dia kan nggak tajir,” kata Rico lantang.
Embun tak kuasa lagi mendengar
percakapan mereka. Dunianya terbalik,hancur semuanya. Hatinya sakit dan
terluka. Embun berlari meninggalkan sekolahnyaa,tidak ikut perpisahan. Embun
pergi meninggalkan Jakarta dan kembali ke kampung halamannya. Jadi,baru setahun
lalu dirinya kembali ke Jakarta dan diterima sebagai OB di rumah sakit itu.
Nielda akan menjalani operasi dan
harinya pun sudah ditentukan. Keputusan Nielda untuk menjalani operasi di
sambut suka cita oleh keluarganya. Apalagi melihat keadaan Nielda yang telah
mengalami perubahan dimana ia tampak lebih ceria. Keluarga Nielda tahu bahwa
semua itu terjadi tidak lepas dari upaya Embun.
Embun sengaja mengambil cuti sehari
saat Nielda menjalani operasi. Embun hanya ingin memenuhi permintaan Nielda
untuk ditemani olehnya. Embun berharap dengan adanya dia disitu akan memberi
motivasi dan semangat buat Nielda. Embun tidak pernah memikirkan apa yang telah
Nielda lakukan terhadap dirinya.
Operasi telah dilakukan dan berjalan
cukup lancar. Nielda pun telah dibawa ke ruang perawatan. Semua keluarganya
merasa lega dan gembira. Mereka bergantian menyalami Nielda untuk memberikan
selamat.
Kini giliran Embun yang menyalami Nielda. Diraihlah tangan pemuda itu seraya berkata, “selamat ya Nielda,aku senang kamu sudah operasi.”
Kini giliran Embun yang menyalami Nielda. Diraihlah tangan pemuda itu seraya berkata, “selamat ya Nielda,aku senang kamu sudah operasi.”
“Itu berkat kamu,Dis..”
“Saranku nggak seberapa
penting,Nielda. Tapi niat kamu itulah yang penting.”
“Oh ya,Dis. Menurut kamu,apa aku
bisa menemukan Embun?”
“Aku nggak tahu. Tapi asal kamu
yakin dan tetap semangat pasti kamu akan berhasil untuk menemukannya. Kalau kalian
saling cinta pasti akan bersatu kembali. Cinta nggak bisa bohong,Nielda..” kata
Embun meyakinkan.
“Aku ingin tahu,nanti kalau kamu
sudah bertemu dengan Embun,apa yang akan kamu lakukan untuk pertama kalinya?”
tanya Embun.
“Minta maaf. Untuk yang lain itu
urusan kedua,” jawab Nielda antusias.
“Aku senang mendengarnya.”
“Dis,terima kasih yaa...”
“Terima kasih untuk apa?”
“Untuk semuanya,Dis. Semua yang
sudah kamu berikan untukku. Sekali lagi terima kasih.”
“Sama-sama,Nielda. Aku pulang dulu
yaa..” kata Embun memutus pembicaraan karena hari sudah mulai sore.
***
Bersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar