Sebelumnya,saya ingin mengatakan bahwa postingan cerita di bawah merupakan karya yang dibuat oleh ibu saya. Karna ceritanya yang cukup panjang,sehingga saya bagi-bagi menjadi cerita bersambung ini. Saya mohon bantuan dari pembaca sekalian untuk komentar sebagai bahan intropeksi saya nanti. Dan supaya saya pun tidak lupa untuk menulis lanjutannya nanti sesuai yang pembaca minta. Semoga tulisan cerita ini bisa menjadi inspirasi pembaca sekalian.
SELAMAT MEMBACA..??!! Dan jangan lupa mampir untuk Kommentnya yach....
Terima Kasih,

Bekerja sebagai OB di rumah sakit,kebersihan
kamar pasien tentu sudah menjadi tanggung jawabnya. Begitu pula dengan OB yang
satu ini,cewek manis yang dikenal dengan keramahan,semangat,disiplin,dan
tanggung jawabnya telah diakui oleh semua karyawan di rumah sakit itu. Rasa
setia kawan dan sikapnya yang sangat peduli dengan orang lain itulah yang
membuat cewek ini begitu disukai oleh teman-temannya.
Seperti biasanya,Embun sebagai OB mengerjakan
tugasnya membersihkan kamar pasien dan juga toilet. Embun tak pernah merasa
risih atau jijik kalau harus membersihkan toilet. Justru sebaliknya Embun
selalu menyukuri pekerjaan yang ia dapatkan. Yang penting halal. Embun berpikir
dengan ijazah SMA dan tinggal di Kota Metropolitan dirinya bisa berbuat apa?
Tidak mungkin dirinya bisa dapat kerjaan di perkantoran dengan jabatan yang
tinggi. Untuk itulah Embun tidak pernah menyesal menjadi OB di rumah sakit ini.
Embun melangkah menaiki anak tangga menuju lantai
dua,ke ruang VIP. Tangannya menenteng ember yang berisi pembersih lantai dan
peralatan kebersihan. Hari ini Embun piket di ruang VIP. Tadi sebelum memulai
tugasnya, Embun diberi tahu oleh supervisornya kalau di ruang VIP semalam ada
pasien yang masuk untuk rawat inap. Kamar itu bernomor 3.
Dengan hati-hati dan teliti Embun membersihkan
ruang VIP tersebut. Ruangan yang mewah dan lengkap itu hanya dihuni oleh
seorang pasien. Karena sikap dan senyum ramahnya Embun itulah yang membuatnya
disukai oleh keluarga pasien,bahkan pasiennya pun senang kalau melihat Embun masuk
untuk membersihkan kamarnya.
Kamar no.3 adalah kamar terakhir untuk Embun
bersihkan ruangannya. Ia pun segera bergegas menuju kamar itu dengan pintu yang
masih tertutup. Perlahan-lahan Embun mendorong pintu seraya
berkata,”permisi..?!”. Dan pintu pun sedikit terkuak,Embun melihat seorang
wanita muda yang cantik mengenakan gaun yang bagus. Embun mengulas senyum,”Maaf
mba,saya OB disini mau membersihkan kamar ini”
“Oh,ya silahkan,” jawab wanita itu ramah. Embun
segera masuk dan mulailah membersihkan kamar. Ekor mata Embun mencuri pandang
ke arah tempat tidur dimana seorang pemuda terbaring. Pemuda itu sakit apa
yaach? Tanyanya dalam hati. Pemuda itu terlihat sehat tidak seperti orang
sakit. Hanya sebentar Embun mencari tahu keadaan si pasien. Dengan gerak cepat
Embun menyelesaikan pekerjaannya. Ketika hendak keluar tanpa sengaja matanya
menangkap tulisan di papan nama yang tergantung di samping tempat tidur. Embun
membaca tulisan itu. Nama pemuda itu “NIELDA MANDALA”. Mendadak hati Embun
bergetar,sekujur tubuhnya teraliri oleh hawa dingin,akhirnya dengan langkah
cepat Embun meninggalkan kamar itu. Setengah berlari Embun menuruni satu per
satu anak tangga menuju ruangan dimana semua OB berkumpul.
Embun merasakan dadanya panas karena emosi dan
sekujur tubuhnya terasa lunglai. Otaknya terus berputar “benarkah dia Nielda
Mandala atau......kebetulan namanya saja yang sama”. Dengan berat Embun
menghela nafas,”aah...mudah-mudahan sajan namanya yang sama bukan orangnya,”
kata hati Embun.
Hari kedua Embun membersihkan kamar no.3 lagi.
Dengan perlahan Embun membuka pintu,namun di dalam Embun tidak melihat wanita
yang kemarin. Pemuda itu sendirian duduk dengan bersandarkan bantal. “Siapa..??
suster yaah...,” suara pemuda itu mengejutkan Embun. Sejenak Embun tertegun karena
terkejutnya, suara dan wajah pemuda itu sepertinya memang tidak asing bagi
dirinya. Yang lebih membuatnya kaget ternyata pemuda itu buta.
“Suster..?!” panggil pemuda itu.
“Oh..oh..maaf saya bukan suster,tapi saya OB yang
mau membersihkan kamar ini”,jawab Embun tergagap.
“Oh,begitu ya..” kata pemuda itu.
Embun mulai bekerja dan suasana pun jadi hening seketika. Tapi
sebaliknya,hati Embun bergemuruh hebat seperti ada yang mengganjal dalam benak
dan pikirannya.
“Mba..sudah selesai kerjaanya?” tanya pemuda itu.
Embun memandang pemuda itu masih duduk dengan posisi yang sama seperti tadi.
Lantas Embun pun menjawab,”Sebentar lagi mas,memang ada apa kalau pekerjaan
saya sudah selesai”.
“Nggak apa-apa sih,Cuma bisa nggak menemaniku
sebentar..” jawab pemuda itu.
“Tapi...”
“Aku sendirian,perawatku belum datang. Dia masih
dalam perjalanan kesini.”
“Lho,pacar mas memang nggak datang?”
“Pacar? Pacar aku maksudnya,”
“Ya iya lah,masa pacar orang lain.” Jawab Embun.
Mendadak pemuda itu tersenyum. Dan senyum itu terlihat begitu manis dengan
wajahnya yang tampan mampu membuat Embun terpanah melihatnya. Embun benar-benar
kaget kalau senyum itu seperti pernah akrab dengan dirinya. Tapi melihat
kondisi pemuda itu yang tidak bisa melihat membuat kekhawatiran Embun sedikit
terkikis. Nielda yang ia kenal tidak buta.
“Bukankah cewek yang kemarin disini itu pacar
mas,” kata Embun sambil membereskan alat-alat kebersihannya.
“Aaah,sok tahu kamu. Yang kemarin itu bukan pacarku,tapi
dia mba Niendita,kakak perempuanku. Aku nggak puya pacar,mana ada sih yang mau
pacaran sama pemuda yang buta seperti aku ini,” jawab pemuda itu dengan datar.
“Jangan pesimis gitu donk,mas. Mungkin mas
sendiri kali yang terlalu memilih-milih pacar,”
“Begitu yah,tapi apa ada tampang yang seperti aku
ini termasuk tipe orang yang suka milih-milih pasangan,”
“Ya siapa tahu. Tapi ya mas,biasanya anak orang
kaya selalu milih-milih teman atau pasangan. Harus yang sejajar dan sepadan
gitu. Apalagi kalau untuk pacar,kata orang jawa dulu sih harus lihat
bobot,bibit,dan bebetna. Untuk orang miskin nggak ada tempat di hati orang kaya
seperti mas,”
“Nggak semua orang kaya begitu,lho..”
“Tapi yang saya lihat sih rata-rata begitu,mas.
Oh ya mas,tugas saya sudah selesai dan harus
balik
kerja lagi,” kata Embun.
“Terima
kasih ya,kamu sudah mau menemaniku ngobrol. Ngomong-ngomong kita belum
Kenalan.”
“Apa
itu penting?!” tanya Embun.
“Buatku
itu penting banget.”
“Masa
sih,mas kan orang kaya dan saya kan cuma OB. Nanti nama baik dan reputasi mas
bisa tercoreng,lho..” sindir Embun.
“Aku
nggak pernah milih-milih dalam berteman. Miskin ataupun kaya itu buatku sama
aja,”
“Benarkah...?!!”
tanya Embun lagi.
“Hai...kedengarannya
omongan kamu itu seperti tidak percaya sama orang kaya. Apa kamu punya
pengalaman yang menyakitkan dengan orang kaya”
Mendapat
pertanyaan seperti itu membuat wajah Embun merah padam. Hatinya berdegup
kencang dan terasa panas,ada emosi disana. Sepertinya Nielda tahu.
“Ya
sudah nggak usah dibahas. Kenalkan namaku Nielda Mandala,” kata pemuda itu.
“Namaku
Gendis,mas..” jawab Embun berbohong.
“Jangan
panggil aku mas,panggil saja namaku. Mungkin umur kita sepantaran,”
“Mungkin
juga. Saya balik dulu yaa..”
“Ya,besok
temani aku lagi yaa..”
“Saya
tidak janji,bagaimana besok saja,” kata Embun mengakhiri percakapannya dengan
Nielda. Embun terus pergi meninggalkan Nielda yang masih duduk sendirian
***
***
Bersambung.......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar