Minggu, 22 April 2012

Cerbung Part 1 : Sang Embun


Sebelumnya,saya ingin mengatakan bahwa postingan cerita di bawah merupakan karya yang dibuat oleh ibu saya. Karna ceritanya yang cukup panjang,sehingga saya bagi-bagi menjadi cerita bersambung ini. Saya mohon bantuan dari pembaca sekalian untuk komentar sebagai bahan intropeksi saya nanti. Dan supaya saya pun tidak lupa untuk menulis lanjutannya nanti sesuai yang pembaca minta. Semoga tulisan cerita ini bisa menjadi inspirasi pembaca sekalian.
SELAMAT MEMBACA..??!! Dan jangan lupa mampir untuk Kommentnya yach....
Terima Kasih,


Bekerja sebagai OB di rumah sakit,kebersihan kamar pasien tentu sudah menjadi tanggung jawabnya. Begitu pula dengan OB yang satu ini,cewek manis yang dikenal dengan keramahan,semangat,disiplin,dan tanggung jawabnya telah diakui oleh semua karyawan di rumah sakit itu. Rasa setia kawan dan sikapnya yang sangat peduli dengan orang lain itulah yang membuat cewek ini begitu disukai oleh teman-temannya.
Seperti biasanya,Embun sebagai OB mengerjakan tugasnya membersihkan kamar pasien dan juga toilet. Embun tak pernah merasa risih atau jijik kalau harus membersihkan toilet. Justru sebaliknya Embun selalu menyukuri pekerjaan yang ia dapatkan. Yang penting halal. Embun berpikir dengan ijazah SMA dan tinggal di Kota Metropolitan dirinya bisa berbuat apa? Tidak mungkin dirinya bisa dapat kerjaan di perkantoran dengan jabatan yang tinggi. Untuk itulah Embun tidak pernah menyesal menjadi OB di rumah sakit ini.
Embun melangkah menaiki anak tangga menuju lantai dua,ke ruang VIP. Tangannya menenteng ember yang berisi pembersih lantai dan peralatan kebersihan. Hari ini Embun piket di ruang VIP. Tadi sebelum memulai tugasnya, Embun diberi tahu oleh supervisornya kalau di ruang VIP semalam ada pasien yang masuk untuk rawat inap. Kamar itu bernomor 3.
Dengan hati-hati dan teliti Embun membersihkan ruang VIP tersebut. Ruangan yang mewah dan lengkap itu hanya dihuni oleh seorang pasien. Karena sikap dan senyum ramahnya Embun itulah yang membuatnya disukai oleh keluarga pasien,bahkan pasiennya pun senang kalau melihat Embun masuk untuk membersihkan kamarnya.
Kamar no.3 adalah kamar terakhir untuk Embun bersihkan ruangannya. Ia pun segera bergegas menuju kamar itu dengan pintu yang masih tertutup. Perlahan-lahan Embun mendorong pintu seraya berkata,”permisi..?!”. Dan pintu pun sedikit terkuak,Embun melihat seorang wanita muda yang cantik mengenakan gaun yang bagus. Embun mengulas senyum,”Maaf mba,saya OB disini mau membersihkan kamar ini”
“Oh,ya silahkan,” jawab wanita itu ramah. Embun segera masuk dan mulailah membersihkan kamar. Ekor mata Embun mencuri pandang ke arah tempat tidur dimana seorang pemuda terbaring. Pemuda itu sakit apa yaach? Tanyanya dalam hati. Pemuda itu terlihat sehat tidak seperti orang sakit. Hanya sebentar Embun mencari tahu keadaan si pasien. Dengan gerak cepat Embun menyelesaikan pekerjaannya. Ketika hendak keluar tanpa sengaja matanya menangkap tulisan di papan nama yang tergantung di samping tempat tidur. Embun membaca tulisan itu. Nama pemuda itu “NIELDA MANDALA”. Mendadak hati Embun bergetar,sekujur tubuhnya teraliri oleh hawa dingin,akhirnya dengan langkah cepat Embun meninggalkan kamar itu. Setengah berlari Embun menuruni satu per satu anak tangga menuju ruangan dimana semua OB berkumpul.
Embun merasakan dadanya panas karena emosi dan sekujur tubuhnya terasa lunglai. Otaknya terus berputar “benarkah dia Nielda Mandala atau......kebetulan namanya saja yang sama”. Dengan berat Embun menghela nafas,”aah...mudah-mudahan sajan namanya yang sama bukan orangnya,” kata hati Embun.
Hari kedua Embun membersihkan kamar no.3 lagi. Dengan perlahan Embun membuka pintu,namun di dalam Embun tidak melihat wanita yang kemarin. Pemuda itu sendirian duduk dengan bersandarkan bantal. “Siapa..?? suster yaah...,” suara pemuda itu mengejutkan Embun. Sejenak Embun tertegun karena terkejutnya, suara dan wajah pemuda itu sepertinya memang tidak asing bagi dirinya. Yang lebih membuatnya kaget ternyata pemuda itu buta.
“Suster..?!” panggil pemuda itu.
“Oh..oh..maaf saya bukan suster,tapi saya OB yang mau membersihkan kamar ini”,jawab Embun tergagap.
“Oh,begitu ya..” kata pemuda itu.
Embun mulai bekerja dan suasana pun jadi hening seketika. Tapi sebaliknya,hati Embun bergemuruh hebat seperti ada yang mengganjal dalam benak dan pikirannya.
“Mba..sudah selesai kerjaanya?” tanya pemuda itu. Embun memandang pemuda itu masih duduk dengan posisi yang sama seperti tadi. Lantas Embun pun menjawab,”Sebentar lagi mas,memang ada apa kalau pekerjaan saya sudah selesai”.
“Nggak apa-apa sih,Cuma bisa nggak menemaniku sebentar..” jawab pemuda itu.
“Tapi...”
“Aku sendirian,perawatku belum datang. Dia masih dalam perjalanan kesini.”
“Lho,pacar mas memang nggak datang?”
“Pacar? Pacar aku maksudnya,”
“Ya iya lah,masa pacar orang lain.” Jawab Embun. Mendadak pemuda itu tersenyum. Dan senyum itu terlihat begitu manis dengan wajahnya yang tampan mampu membuat Embun terpanah melihatnya. Embun benar-benar kaget kalau senyum itu seperti pernah akrab dengan dirinya. Tapi melihat kondisi pemuda itu yang tidak bisa melihat membuat kekhawatiran Embun sedikit terkikis. Nielda yang ia kenal tidak buta.
“Bukankah cewek yang kemarin disini itu pacar mas,” kata Embun sambil membereskan alat-alat kebersihannya.
“Aaah,sok tahu kamu. Yang kemarin itu bukan pacarku,tapi dia mba Niendita,kakak perempuanku. Aku nggak puya pacar,mana ada sih yang mau pacaran sama pemuda yang buta seperti aku ini,” jawab pemuda itu dengan datar.
“Jangan pesimis gitu donk,mas. Mungkin mas sendiri kali yang terlalu memilih-milih pacar,”
“Begitu yah,tapi apa ada tampang yang seperti aku ini termasuk tipe orang yang suka milih-milih pasangan,”
“Ya siapa tahu. Tapi ya mas,biasanya anak orang kaya selalu milih-milih teman atau pasangan. Harus yang sejajar dan sepadan gitu. Apalagi kalau untuk pacar,kata orang jawa dulu sih harus lihat bobot,bibit,dan bebetna. Untuk orang miskin nggak ada tempat di hati orang kaya seperti mas,”
“Nggak semua orang kaya begitu,lho..”
“Tapi yang saya lihat sih rata-rata begitu,mas. Oh ya mas,tugas saya sudah selesai dan harus
balik kerja lagi,” kata Embun.
“Terima kasih ya,kamu sudah mau menemaniku ngobrol. Ngomong-ngomong kita belum
Kenalan.”
“Apa itu penting?!” tanya Embun.
“Buatku itu penting banget.”
“Masa sih,mas kan orang kaya dan saya kan cuma OB. Nanti nama baik dan reputasi mas bisa tercoreng,lho..” sindir Embun.
“Aku nggak pernah milih-milih dalam berteman. Miskin ataupun kaya itu buatku sama aja,”
“Benarkah...?!!” tanya Embun lagi.
“Hai...kedengarannya omongan kamu itu seperti tidak percaya sama orang kaya. Apa kamu punya pengalaman yang menyakitkan dengan orang kaya”
Mendapat pertanyaan seperti itu membuat wajah Embun merah padam. Hatinya berdegup kencang dan terasa panas,ada emosi disana. Sepertinya Nielda tahu.
“Ya sudah nggak usah dibahas. Kenalkan namaku Nielda Mandala,” kata pemuda itu.
“Namaku Gendis,mas..” jawab Embun berbohong.
“Jangan panggil aku mas,panggil saja namaku. Mungkin umur kita sepantaran,”
“Mungkin juga. Saya balik dulu yaa..”
“Ya,besok temani aku lagi yaa..”
“Saya tidak janji,bagaimana besok saja,” kata Embun mengakhiri percakapannya dengan Nielda. Embun terus pergi meninggalkan Nielda yang masih duduk sendirian
                                             ***
 Bersambung.......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar